BMKG Gunakan Radar ITB Untuk Amati Cuaca di Bandung
JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Dwikorita Karnawati menyampaikan apresiasi atas pembuatan radar cuaca buatan peneliti ITB (Institut Teknologi Bandung).
Dalam peninjauan radar cuaca di Rooftop Gedung Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB, Prof. Dwikorita menyampaikan, radar tersebut mempunyai banyak keunggulan di antaranya portable (mudah dibawa kemana saja), tidak menggunakan tabung, mudah dipasang dan buatan asli Indonesia. Sebab selama ini radar cuaca yang dipakai kebanyakan dari luar negeri.
“Karena selama ini kita pakai dari luar negeri, kalau ada kerusakan onderdil masih harus menunggu lama, karena radar ini made in Indonesia, perawatan, pemeliharaan, atau kerusakan onderdir bisa langsung didapat dari ITB,” katanya.
Menurut dia radar ini sangat penting untuk pengamatan cuaca di daerah Bandung dan sekitarnya dengan jangkauan kurang lebih 60 kilometer. Terlebih radar ini sangat cocok untuk memantau area lokal dengan dinamika cuaca unik seperti cekungan Bandung.
“Kita sudah punya radar yang jangkaunya jauh di Tangerang. Namun untuk mengantisipasi cuaca ekstrem yang terjadi di Bandung kurang akurat sehingga dengan adanya radar cuaca ini akan meningkatkan akurasi dan ketepatan dalam memprediksi cuaca ekstrem,” ujarnya
Sementara itu kunjungan Kepala BMKG ditemani langsung oleh Rektor Prof. Kadarsah Suryadi, Rabu (19/9/2018). Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi menyampaikan rasa terima kasih kepada BMKG dan pihak terkait lain dalam pengembangan radar cuaca ini karena ini suatu hal yang sifatnya lintas disiplin dan lintas institusional.
“Kenapa lintas disiplin, karena ada meteorologi ada elektronik, mekanik, kebumiannya. Tetapi yang menarik di sini adalah inovasi yang dilakukan kawan-kawan mendapatkan dukungan dari industri dan langsung punya akses kepada BMKG,” ujar Rektor.
Rektor menambahkan, sehingga dengan adanya pertemuan semua lintas sektoral tadi, maka apa yang direncanakan dan diinovasikan oleh ITB mudah-mudahan bisa langsung dipakai. Menurutnya model seperti ini nantinya bisa jadikan referensi untuk inovasi di bidang-bidang yang lainnya.
Peneliti ITB dari Kelompok Keahlian Telecommunication Engineering, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Dr. M. Ridwan Effendi mengembangkan radar cuaca yang memiliki nama lain I-WARP atau Indonesian Weather Radar – Polarimetric.
Ridwan mengungkapkan dengan hadirnya radar tersebut semakin memperkuat sistem radar cuaca nasional. Kemudian radar kedua ini menurutnya mempunyai model yang baru dari radar yang dikembangkan sebelumnya yang bervarian Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW).
Radar kedua ini bersifat Pulse Polarimetric Doppler Radar dengan keunggulan bentuknya lebih ringkas, semua menggunakan solid state, tidak ada komponen tabung dan full elektronik. Selain itu pengembangan radar cuaca kedua ini juga melibatkan PT. Inti, PT. CMI Teknologi dan BMKG.
“Model pertama analog, sekarang model pulse jadi lebih ringkas. Tetapi jangkauan sama. Ini mau kita ujicoba, dan mudah-mudahan hasilnya sama bagusnya dengan radar yang sudah dikembangkan sebelumnya,” kata Ridwan.
Ridwan menambahkan sistem kerja dari radar cuaca ini nantinya akan memancarkan gelombang elektromagnetik kepada benda-benda di angkasa seperti partikel hujan, angin, dan udara.
“Benda-benda yang ada di angkasa nantinya akan memantulkan kembali dan pantulannya itu yang akan dianalisis,” ujarnya
Kendati demikian, radar cuaca ini dapat diaplikasikan untuk pengamatan cuaca, monitoring cuaca buruk, penelusuran badai, topan, dan siklon, deteksi hujan es, aplikasi hidrometeorologis, seperti peramalan banjir, penelitian meteorologis, kebutuhan pertanian, dan deteksi wind shear di bandara.
“Manfaatnya sangat baik sekali, untuk melihat cuaca yang sedang berlangsung atau prediksi cuaca. Harapan ke depan, di samping bisa mengembangkan keilmuan kita juga berkontribusi pada negara,” ujarnya.
Radar kedua ini dipasang di atap Gedung SBM-ITB, karena gedung tersebut paling tinggi dan mempunyai kontruksi yang kokoh. Di Indonesia radar cuaca semacam ini baru dibuat pertama kali oleh ITB.