Deretan Prestasi Mahasiswa STEI dalam Compfest 8
Institut Teknologi Bandung kembali melambungkan namanya melalui mahasiswa STEI yang meraih beberapa prestasi dalam gelaran “CompFest 8” yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada Sabtu-Minggu (17-18/09/16) lalu. CompFest sendiri merupakan kompetisi tahunan berskala nasional yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) dan pada tahun ini memasuki tahun ke 8. Berikut adalah profil beberapa tim dari STEI yang berprestasi di ajang tersebut:
Tim Bakpao
Tim “Bakpao” yang beranggotakan Neyssa Nathania, Astarina Natyasari dan Nicolosi Napitupulu (Sistem dan Teknologi Informasi 2013). Dalam gelaran Comfest 8 kali ini, ketiganya berhasil meraih juara 1 untuk kategori lomba Business IT Case Competition.
Business IT Case Competition adalah salah satu kategori lomba dari keseluruhan acara CompFest ke- 8. Lomba ini merupakan lomba yang mengharuskan pesertanya untuk menganalisis suatu kasus kemudian mengajukan solusi untuk permasalahan tersebut, solusi yang dimaksud merupakan solusi berbasis teknologi dan jenis case yang diberikan juga merupakan simplifikasi permasalahan nyata yang terjadi di berbagai perusahaan multi nasional.
Bukan perkara mudah bagi ketiganya untuk memperoleh predikat juara pertama. Berbagai persiapan sudah harus dimulai dari sejak mereka masih Kerja Praktik (KP). Meskipun di kota yang sama, namun tempat KP yang berbeda-beda membuat ketiganya cukup kesulitan menentukan waktu dan tempat untuk mengerjakan case lomba untuk babak penyisihan. Namun atas usaha keras yang dicurahkan untuk mengikuti lomba ini, ketiganya pun berhasil masuk ke dalam 5 besar di final competition dari total 75 peserta dari seluruh Indonesia yang lolos di babak penyisihan.
Tapi tantangan di dalam final tentunya lebih menegangkan karena setiap tim harus mengerjakan analisis case di tempat, mereka dilock down selama 12 jam nonstop kemudian mempresentasikan hasil analisis mereka untuk dinilai oleh dewan juri. “Selain karena aku pertama kali ikut lomba business case, hal lain yang membuat suasana lebih menegangkan adalah para juri yang sangat berkompeten di bidangnya dan memberi kami banyak pertanyaan kritis. Meskipun begitu, kami jadi mencari tahu lebih banyak hal dari pertanyaan-pertanyaan mereka,” ujar Asta.
Walaupun demikian, tantangan yang tim ini hadapi dalam mengikuti lomba ini nyatanya mendapat respon positif dari kakak-kakak tingkat di jurusan mereka. Menurut pengakuan Neyssa, ia merasa beruntung karena banyak kakak tingkat yang bersedia membantu dan tidak enggan untuk berbagi ilmu mereka. Setelah sebelumnya Tim “Bakpao” ini mengikuti 2 kali pelatihan yang diadakan oleh himpunan dan dukungan para dosen serta melakukan uji coba untuk menganalisis berbagai macam permasalahan, Tim “Bakpao” mampu menyabet juara pertama dalam Business IT Case Competition kali ini sekaligus predikat best speaker yang berhasil diraih oleh Neyssa.
Memilih nama “Bakpao” sebagai nama tim tentu bukan tanpa alasan. Menurut pengakuan mereka, Bakpao merupakan singkatan “Batak Palembang Oke”. Batak sebagai suku Neyssa dan Nico serta Palembang yang merupakan suku Asta. “Tapi selain itu, makna bakpao juga adalah tampak dari luar dia plain, tidak menarik. Tapi setelah dimakan, ternyata di dalamnya terdapat isi atau sesuatu yang istimewa,” ungkap Neyssa. Nama ini merupakan harapan ketiganya, meskipun tim mereka tidak tampak menarik bagi sebagian orang namun mereka berharap ada hal istimewa yang dapat mereka berikan bagi siapa saja.
Setelah memperoleh juara pertama bagi Tim Bakpao dan best speaker bagi Neyssa, ketiganya sepakat bahwa melalui lomba ini mereka mendapat banyak pelajaran baru yang berharga. “Sering-sering aja ikut lomba, meskipun nggak menang nggak masalah. Dengan ikut lomba pengetahuan kita akan semakin luas. Kalau kita tidak pernah ikut lomba itulah justru kita tidak akan mendapat pelajaran apa-apa,” kata Nico.
Sebagai peraih best speaker, Neyssa mengaku bahwa ia belajar untuk tidak merasa minder atau berkecil hati atas kemampuan diri sendiri. “Saya jadi sadar bahwa jangan pernah mengecilkan diri sendiri. Jangan minder. Kadang-kadang yang kita rasa nggak cukup, ternyata itu sudah cukup. Ini menjadi pelajaran untuk ngambil first step mengikuti lomba. Dan karena kita sudah banyak dibantu oleh kakak-kakak tingkat jadi kita juga pengen bisa membawa dampak baik buat adik-adik tingkat. Pengennya sih semua orang nantinya bisa merasakan hal yang sama,” tutup Neyssa.
Tim Ainge CP
Setelah melewati malam-malam penuh perjuangan bersama, tim Ainge CP yang terdiri dari Luqman Arifin Siswanto (Teknik Informatika 2013), Muhamad Visat Sutarno (Teknik Informatika 2013), dan Wiwit Rifa’i (Teknik Informatika 2013) berhasil meraih juara kedua dalam bidang Senior Competitive Programming Contest (SCPC).
Setelah melewati babak penyisihan Compfest 8 yang diadakan pada tanggal 20 Agustus 2016, akhirnya tim Ainge CP dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu final. Langkah penentuan terakhir tersebut dilaksanakan pada Minggu (18/09/16) dan diikuti oleh 20 tim yang menduduki peringkat tertinggi pada masing-masing kategori bertemu dan berkompetisi kembali, termasuk Ainge CP.
Tanpa diduga, kontes final bidang SCPC dan Capture The Flag (CTF) digelar secara bersamaan. Hal itu tentu sungguh mengejutkan bagi tim Ainge CP, karena salah satu anggotanya, yaitu Visat, juga mengikuti lomba CTF tersebut. Karena itu, akhirnya mereka memutuskan untuk tetap berjuang bersama walau harus merelakan Visat mengikuti final CTF. Dengan anggota tim yang hanya tersisa dua orang saat final SCPC, tim Ainge CP tetap tak kenal lelah mengerjakan soal-soal Competitive Programming yang diberikan. Beberapa jam pertama terasa sangat sulit bagi tim Ainge CP. Tetapi, mereka menolak untuk menyerah dan terus berusaha semaksimal yang mereka bisa walaupun banyak hal yang membuat mereka frustasi. Perjuangan mereka akhirnya berbuah manis dan membuktikan bahwa tekad juga usaha keras mereka dapat membawa tim Ainge CP ke posisi kedua teratas.
Ternyata, perjuangan untuk memetik buah semanis kemenangan itu tidaklah sesingkat yang terbayang. Ketika pertama kali masuk ITB, mereka harus berkenalan dengan bahasa pemrograman yang selama ini belum pernah mereka temui. Banyak jatuh-bangun yang mereka alami karena harus memulai dari nol. Bahkan, ketiga mahasiswa ini dengan giat mempelajari sendiri hal-hal lain yang tidak bisa didapatkan dengan hanya sekedar belajar di kelas, seperti algoritma dan bahasa pemrograman lainnya. “Banyak kok yang bisa dipelajari dari sumber-sumber online,” ucap Luqman yang merupakan ketua tim Ainge CP. “Kalo tidak bisa, ya bisa tanya kepada teman yang sudah jago.” Dia juga menekankan bahwa hasil hanya bisa diperoleh lewat usaha keras. Demi mempersiapkan diri untuk menghadapi Compfest 8, tim Ainge CP dengan disiplin berlatih bersama secara online selama beberapa hari sekali, bahkan hampir setiap hari.
“Harus niat. Belajarlah tanpa pamrih,” pesan tim Ainge CP ketika ditanya tentang alasannya memilih untuk tetap berjuang. “Kita harus tetap fokus dalam mengejar tujuan kita. Walaupun kalah, walaupun rata, kita harus tetap terbakar. Kalah ataupun menang, kita terbakar dengan api yang besarnya sama.”
Sumber:
https://www.itb.ac.id/news/5298.xhtml
https://www.itb.ac.id/news/5301.xhtml