Kritik Terhadap Mesin Pengais Konten Negatif Kemenkominfo
PRAKTISI IT dan Ahli Keamanan Informasi ITB Budi Rahardjo mengkritisi cara pemerintah untuk mengatasi konten negatif dengan cara pemblokiran situs. Menurut Budi Rahardjo, cara-cara blokir situs atau dari hulu itu tidak mendidik sama sekali.
”Malah orang bisa jadi akan melakukan enkripsi, malah susah dipantau atau dimonitor. Orang berupaya menutupi-menutupi,” kata dia, Rabu (3/1/2017).
Selain itu, sangat mudah bagi sebuah situs yang diblokir itu untuk beralih atau membuka situs lainya. Hanya perlu membeli hosting baru atau mengganti alamat internet protocol (IP) baru.
”Blokir domain, bisa buka domain baru lagi. Akhirnya kuat-kuatan apalagi kalau duitnya banyak,” ujar peraih gelar doktor dari University of Manitoba, Kanada itu.
Dia mencontohkan pemblokiran situs judi akan kesulitan karena perputaran uang yang bisa jadi sangat besar. Sehingga pemilik situs dengan mudah membuka situs baru. Tak hanya itu, menurut Budi, pemblokiran situs itu dengan mengais (crawling) itu bisa jadi alat yang berbahaya untuk kebebasan berpendapat. Sebab, tak menutup kemungkinan pemerintah bisa jadi akan menutup pula situs-situs yang tidak sejalan dengan kebijakannya. Jadi sasarannya tidak hanya konten pornografi atau berbaru radikalisme dan terorisme.
”Apakah akan pakai tangan besi main blokir tutup begitu saja seperti Tiongkok?” ujarnya.
Menurut dia yang lebih memungkinkan dan efektif adalah blokir dalam skala kecil. Misalnya level sekolah, kampus, atau lingkungan apartemen. Beliau mencontohkan di ITB ada kebijakan untuk blokir konten-konten tersebut. Dalam lingkup yang lebih kecil itu bisa lebih mudah diatur.
”Di ITB ada blokir, kebijakannya begitu, itu sah-sah saja. Lebih manageable,” kata dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu.
Untuk mengatasi banjir konten negatif itu perlu diperangi dengan sebanyak mungkin konten positif di internet. Itu menjadi tugas semua pengguna internet, bukan hanya pemerintah. Selain itu perlu pula edukasi kepada pengguna internet terkait bahaya konten negatif.
”Ibaratnya, masak tiap hari hanya ada pencurian saja. Kan hal-hal baik lainnya juga banyak,” jelasnya.
Lebih lanjut, yang perlu diperjelas pula dalam penggunaan sistem blokir oleh Kemenkominfo itu terkait mekanisme. Misalnya soal klarifikasi dari pemilik konten bila ternyata salah blokir, termasuk ada tidaknya pemberian ganti rugi bila kesalahan itu terjadi. Akuntabilitas dari tim pengawas di balik aplikasi itu juga juga harus diperjelas.
”SOPnya harus jelas, kalau salah blokir gimana prosedurnya,” kata dia. (via jun/jpnn/gob)
No Comments