Enter your keyword

Mengintip Alat Pemurnian Minyak Bumi dari Laboratorium STEI

Mengintip Alat Pemurnian Minyak Bumi dari Laboratorium STEI

Mengintip Alat Pemurnian Minyak Bumi dari Laboratorium STEI

Mahasiswa Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), kini bisa bereksplorasi lebih jauh dalam sistem kendali industri melalui DCS Honeywell 300. Melalui alat ini diharapkan mahasiwa dapat terus mengembangkan inovasi untuk menunjang dan menghadapi industri 4.0 di mana semua sistem akan terintegrasi dan dapat diakses real time di mana saja.

Dikutip dari siaran pers ITB, Alat DCS Honeywell 300 berada di Honeywell Control Laboratory, Labtek XIII-ITB yang diresmikan 2016 lalu. Alat sumbangan honeywell ini merupakan sebuah miniatur dari sistem pemisah campuran etanol dan air yang terdiri atas tangki penyimpanan bahan baku, boiler, dan kolom jejal. Sistem ini terdapat di industri pemurnian minyak bumi. Seluruh unitnya dilengkapi dengan sistem kontrol sehingga proses dapat dijaga dalam kondisi optimalnya.

Saat ini DCS Honeywell 300 sudah mengalami banyak modifikasi. Misalnya saja untuk sensor level yang mahal di pasaran, sudah dapat digantikan dengan sensor sederhana yang dirakit mahasiswa menggunakan hidrometer dan sensor jarak. Bahkan dalam pengoperasiannya alat ini sudah dapat menggunakan software milik sendiri yang terus dikembangkan oleh mahasiswa. Akses untuk sistem kontrol pun sudah terus mengalami perkembangan.

“Dari komputer kita seolah-olah bisa langsung lihat tangki ini levelnya berapa, kondisinya bagaimana. Goal akhirnya sih supaya bisa dilihat oleh orang-orang tidak hanya di control room tapi bisa dimana saja, lagi-lagi ke arah industri 4.0,” tutur Fabiola, asisten di Honeywell Control Laboratory atau yang lebih dikenal dengan Laboratorium Dasar 05.

Pengembangan sistem kontrol yang saat ini lebih berfokus ke jaringan juga dilatarbelakangi oleh terintegrasinya alat DCS Honeywell 300 yang ada di ITB dengan alat-alat pemberian Honeywell di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Alat yang terdapat di UI merupakan smart home, sedangkan UGM yang baru dibuka tanggal 28 November 2018 lalu tidak mendapatkan alat khusus tetapi mendapatkan jaringan istimewa.

“Kebetulan karena Honeywell selain ke ITB juga menyumbang ke UGM dan UI. Walaupun hanya punya satu alat, harapannya mahasiswa bisa merasakan experience alat yang berbeda di tempat lain. Kan di UGM tidak mendapatkan hardware, oleh karena itu dari UGM diberikan akses ke alat ini. Saat ini mereka sudah bisa mengakses datanya langsung dari sini,” ujar Fabiola.

Mengenai jaringan industri 4.0, salah satu mahasiswa S2 Teknik Elektro Irene dan rekan-rekannya melakukan penelitian mengenai jaringan tersebut. Aspek yang saat ini diteliti adalah mengenai metode mengkomputasikan PID dengan sistem machine learning, aspek keamanan data menggunakan cyber security, dan maintain supaya data terus dapat diakses secara real time. Sehingga ke depannya diharapkan sistem control dapat berjalan otomatis, belajar dari banyak kejadian sebelumnya dan menerapkan solusinya dengan machine learning. Data yang ada dari setiap industri pun dapat terjaga keamanannya, dan data dapat terus dilihat oleh pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dari mana saja.

“Masih banyak banget yang harus dieksplorasi dari alat ini. Kan selama ini masih tebatas cuma di tesis kami aja. Harapannya semoga ke depan banyak yang lebih di eksplorasi jadi kebermanfaatan alatnya bertambah,” tutur Irene.

Setiap mahasiswa S1 Teknik Elektro akan berkenalan dan merasakan pengalaman baru dalam sistem kendali menggunakan DCS Honeywell 300 pada modul praktikum di semester 3. Sementara untuk mahasiswa S2 yang tertarik untuk bereksplorasi lebih dalam bisa memilih topik yang terdapat dalam kelompok keahlian sistem kendali dan sistem cerdas. Kebermanfaatan alat ini juga tidak terbatas hanya untuk mahasiswa. Sebagai bentuk kerjasama ITB dan Honeywell, baru-baru ini telah diadakan pelatihan untuk Pertamina di ITB untuk mengenalkan software Honeywell.

(Iman Herdiana, via Kumparan)