Enter your keyword

Dr. Ridwan Effendi tentang Transponder Asing yang Masuk Indonesia

Dr. Ridwan Effendi tentang Transponder Asing yang Masuk Indonesia

Dr. Ridwan Effendi tentang Transponder Asing yang Masuk Indonesia

Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membuat kebutuhan akan satelit untuk memenuhi kapasitas jaringan telekomunikasi masih cukup tinggi terlebih jaringan palapa ring yag dibangun pemerintah baru mencapai kota-kota besar. Apa lagi masih banyak jaringan backbone palapa ring belum mempunyai lastmile untuk menghubungkan kota-kota kecil.

Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati memberikan pendanaan bagi proyek Satelit Indonesia Raya (SATRIA) karena berpotensi merugikan negara.

Maraknya operator satelit global yang bisa melayani konsumen di Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah membuat Mohammad Ridwan Effendi Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, yang juga dosen Program Studi Teknik Telekomunikasi, khawatir akan efektifitas dan utilisasi penggunaan satelit Republik Indonesia (Satria) mendatang. Terlebih lagi dana yang dipakai untuk membeli satelit SATRIA mencapai 21 triliun (belum termasuk ground segment) itu berasal dari dana universal service obligation (USO).

“Untuk melayani daerah USO seharusnya pemerintah tak perlu memiliki satelit SATRIA. Cukup menyewa saja dari operator satelit yang sudah ada. Apa lagi suplai kapasitas satelit di tahun 2021 akan melimpah. Kapasitas melimpah harga akan cenderung turun. Jika pemerintah jadi memiliki satelit SATRIA, maka akan terjadi pemborosan anggaran yang sangat besar,”kata Ridwan.

Ridwan meminta agar Menkeu Sri Mulyani Indrawati meninjau ulang rencana menggunakan uang negara untuk membiayai SATRIA dan mengevaluasinya bersama Menkominfo Johnny G. Plate. Selain mengurangi penghamburan uang negara, peninjauan ulang satelit SATRIA bisa menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Jangan sampai uang dari operator dipakai negara melalui BAKTI untuk melawan operator.

Kata Ridwan, 150 ribu ground segment yang dinyatakan Menkominfo terdahulu (Rudiantara) juga termasuk sekolah, lembaga negara, kantor, rumah sakit yang ada di Jawa yang sudah ada jaringan telekomunikasi. Jika BAKTI dengan satelit SATRIA juga melayani daerah yang sudah ada layanan telekomunikasinya (pasar bersangkutan), maka badan layanan umum (BLU) di bawah Kemenkominfo tersebut sudah menjadi operator telekomunikasi.

“Dikhawatirkan jika nanti satelit SATRIA ini beroperasi akan mengkanibal operator satelit yang ada. Jadi penggunaan dana USO untuk SATRIA tidak tepat. Jika ini sampai terjadi maka revenue operator satelit akan berkurang dan akan mempengaruhi dana USO dari operator satelit. Karena USO diambil dari 1,25% gross revenue operator,”terang Ridwan.

Ridwan menjelaskan filosofi awal dana USO adalah uang urunan yang dikumpulkan dan dititipkan di Kemenkeu oleh operator telekomunikasi untuk membangun di daerah yang belum sama sekali mendapatkan layanan telekomunikasi. Bukan untuk daerah yang sudah ada operator telekomunikasi itu hadir.

“Sehingga penggunaan dana USO untuk satelit BAKTI yang akan melayani 150 ribu titik itu menyimpang. Karena titik yang disasar oleh BAKTI bukan hanya daerah USO. Jangan sampai SATRIA itu mengambil lahan operator selular maupun satelit. Apa lagi dana yang didapat BAKTI dari iuran USO juga tak besar,” pungkas Ridwan.

Disadur dari selular.id dengan perubahan