Mahasiswa STEI Turut Serta dalam Tim IZZIPACK, Memenangkan Penghargaan di Korea Selatan
Dua mahasiswa ITB, Marchio Kevin Abdul Azis (Teknik Elektro 2015) dan Intan Nur Amanah (Desain Produk 2015), menorehkan prestasi bersama tim dari Chonbuk National University Korea, pada ajang Global Capstone Design Fair: Engineering Education Festival (E2Festa) 2019, pada akhir November lalu. Dalam ajang tersebut, keduanya meraih Excellence Award Winner atau setara dengan predikat Runner Up. Anggota tim lainnya adalah Kim Ju Young Ko (Chonbuk National University, Mechanical Engineering) , Jeong Gon Lee (Chonbuk National University, Mechanical Engineering),dan Ga Young (Chonbuk National University, Industrial Design).
Salah seorang anggota tim, Marchio, mengungkapkan timnya merupakan tim delegasi dari Hub of Innovation Chonbuk National University dan timnya terpilih menjadi salah satu delegasi dikarenakan pernah meraih predikat Grand Prize Award di ajang perlombaan sebelumnya, yaitu International Student Joint Capstone Design Project (i-CAPS) 2019 di Daejeon, Korea Selatan, bulan Agustus 2019.
“Awal mula kami mengikuti lomba ini, bisa dibilang kami sudah memulai persiapan panjang untuk perlombaan ini semenjak Januari 2019 ketika kami pertama kali ikut serta di i-CAPS 2019, yang merupakan lomba serupa juga,” ujar Marchio.
Menurutnya, kompetisi ini adalah sebuah lomba desain produk inovasi berbasis teknologi. Perbedaannya terletak di aspek multi disiplin dan multi nasional, dimana setiap tim yang tergabung berasal dari prodi yang berlainan, dan partisipan-partisipannya berasal dari negara yang berlainan pula. Misalnya saja timnya yang terdiri dari orang Indonesia dan Korea Selatan. Di kompetisi tersebut, tim Marchio menciptakan sebuah tas ransel anti copet berbasis teknologi elektromekanikal, yang dinamai IZZIPACK. Hal ini dilatar belakangi isu keamanan barang berharga ketika penggunanya bertransportasi umum, seperti di bus/kereta/MRT, terutama di jam sibuk.
Berdasarkan riset yang telah dilakukan tim, terungkap bahwa kasus pencopetan secara diam-diam lebih mungkin dan sering terjadi pada kondisi penumpang yang berdesak-desakan dibandingkan pencopetan secara paksa. Untuk itu, tas ransel yang memiliki sistem pengunci resleting, sehingga hanya pemilik ransel yang dapat membuka ransel-nya, yaitu dengan cara tap kartu/gelang RFID.
“Kami juga mengangkat isu bahwa tas anti copet yang banyak beredar di pasaran umumnya hanya mengutamakan sisi keamanan, sehingga umumnya tas tersebut memiliki aksesibilitas yang sangat buruk. Untuk itu, sistem pengunci resleting yang kami ciptakan didesain sedemikian rupa sehingga IZZIPACK memiliki aksesibilitas yang amat baik. IZZIPACK juga terintegrasi dengan aplikasi smartphone untuk memantau sisa baterai, mengaktifkan sistem alarm, dan melacak tas yang hilang/dicuri dengan GPS tracker,” terangnya.
Meski sudah meraih penghargaan, namun diakui Marchio, timnya juga menghadapi kendala teknis yang cukup banyak. Menurutnya, teknologi yang dibuat oleh timnya memang terbilang orisinil, sehingga harus sangat banyak trial and error ketika diimplementasikan. Selain itu, timnya juga cukup kesulitan saat mengintegrasikan segala komponen elektrik dan mekanik pada tas yang notabenenya berbahan kain lunak. Jadi teknologinya harus kokoh, kedap air, tahan guncangan, tapi tas juga harus tetap elastis dan ringan.
“Tapi justru tantangan terbesar lomba ini adalah di sisi multi disiplin dan multi nasionalnya. Kami harus beradaptasi untuk bekerja sama tim jangka panjang dengan anggota tim dari jurusan dan pandangan yang berbeda, dan utamanya dengan 3 anggota tim kami yang berasal dari Korea Selatan, yang pastinya banyak kendala pandangan, bahasa, dan waktu,” pungkasnya.