Pada bulan April 2019 lalu, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan bahwa revolusi industri 4.0 dan berbagai teknologi pendukungnya–seperti Internet of Things (IoT), cloud computing, dan advance robotic–punya potensi meningkatkan kontribusi industri terhadap PDB nasional antara USD 120 miliar (Rp 1.688 triliun) hingga USD 150 miliar (Rp 2.110 triliun) pada 2025.
Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri sampai sudah membuat sebuah peta yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030, yang kemudian diberi nama Making Indonesia 4.0.
Sejak peluncurannya oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) satu tahun lalu, Kemenperin memang sudah melakukan berbagai cara untuk mempercepat penerapan Making Indonesia 4.0 sebagai game changer pertumbuhan ekonomi nasional. Sadar maupun tidak, perubahan ini telah kita rasakan semenjak mengembangnya perusahaan-perusahaan besar berbasis teknologi, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Go-Jek.
Pada kesempatan yang sama, Agus F Abdillah, Chief of Product & Service Officer Telkomtelstra, memaparkan dari hasil surveinya di Telkomtelstra. Ada sejumlah faktor mengapa Indonesia menyambut industri 4.0 dengan antusias. Yang paling besar adalah soal penghematan biaya. Keberadaan teknologi lebih hemat biaya produksi dan biaya operasional, sehingga perusahaan bisa lebih banyak menghasilkan produk atau jasa baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Perusahaan saat ini sudah sangat aware dengan keharusan untuk bertransformasi digital agar mampu untuk bersaing dan tetap relevan dengan industri 4.0,” jelasnya.
Sementara itu, Alex Budiyanto, Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0 akan lebih banyak berbicara tentang penguatan IoT, advance robotic, big data, cloud computing, dan virtual reality. Tanpa memahami elemen-elemen pendukung ini, industri 4.0 tidak akan punya pijakan yang terlalu kuat.
Kesimpulannya, masa depan Indonesia akan semakin menantang. Negara ini akan membutuhkan lebih banyak ahli di bidang teknologi. Siapkah bibit-bibit dari ITB menghadapi perubahan ini? Jelas, harus siap!